Sistem Kenaikan Kelas Kurikulum Merdeka Dan Dampak Tinggal Kelas

Kurikulum Merdeka. Sistem Kenaikan Kelas dan Kelulusan di kurikulum merdeka, satuan pendidikan memiliki keleluasaan untuk menentukan kriteria kenaikan kelas.

Pelaksanaan Sistem kenaikan kelas mempertimbangkan laporan kemajuan belajar yang mencerminkan pencapaian peserta didik pada semua mata pelajaran dan ekstrakurikuler serta prestasi lain selama 1 (satu) tahun ajaran.

A. Cara Menentukan Sistem Kenaikan Kelas

Untuk menilai pencapaian hasil belajar peserta didik sebagai dasar penentuan sistem kenaikan kelas dapat berdasarkan penilaian sumatif.

Penilaian pencapaian hasil belajar peserta didik untuk kenaikan kelas terlaksana dengan sistem membandingkan pencapaian hasil belajar peserta didik dengan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran.

Pembelajaran terdiferensiasi sesuai tahap capaian peserta didik menjadi salah satu praktik yang menjadi anjuran dalam Kurikulum Merdeka.

Penggunaan fase dalam Capaian Pembelajaran adalah salah satu alasan mengapa peserta didik dapat terus naik kelas bersama teman-teman sebayanya. Meskipun nilainya ia belum sepenuhnya mencapai kompetensi yang sesuai CP di fase sebelumnya atau tujuan pembelajaran sesuai target capaian pada kelas tersebut.

Ilustrasi berikut berharap dapat menjelaskan bagaimana proses belajar dalam suatu fase dan lintas fase dapat berjalan seiring dengan sistem kenaikan kelas.


Ilustrasi 1: Sistem kenaikan kelas dalam fase yang sama.

Pendidik menyusun alur tujuan pembelajaran dalam satu fase secara kolaboratif. Sebagai contoh, guru Kelas III perlu berkolaborasi dengan guru Kelas IV dalam menyepakati alur tujuan pembelajaran yang akan terpakai.

Mereka kemudian menyepakati tujuan-tujuan pembelajaran mana yang perlu tercapai di Kelas III, dan tujuan pembelajaran mana yang akan peserta didik pelajari di Kelas IV.

Ketika ada peserta didik yang tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran tertentu hingga akhir tahun ajaran di Kelas. Maka guru kelas III perlu menyampaikan hal tersebut kepada guru Kelas IV agar pembelajaran di kelas IV tersebut dapat menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Selain itu, pada awal tahun ajaran guru pun di anjurkan untuk melakukan asesmen di awal pembelajaran untuk mengidentifikasi kesiapan peserta didik.

Dengan demikian, peserta didik tadi dapat terus naik kelas, tidak perlu tinggal kelas di Kelas III.

Ilustrasi 2: kenaikan kelas antara dua fase yang berbeda.

Contoh lain adalah sistem kenaikan kelas dari Kelas IV (Fase B) ke Kelas V (Fase C).

Apabila terdapat peserta didik yang belum mencapai kompetensi yang ada dalam Fase B, hal ini perlu identifikasi guru Kelas V sejak awal tahun ajaran.

Informasi tentang tahap capaian peserta didik ini perlu tersampaikan oleh guru Kelas IV, dan juga identifikasi melalui asesmen di awal pembelajaran Kelas V.

Untuk peserta didik yang belum menuntaskan Fase B, pendidik dapat mengulang konsep atau materi pelajaran yang belum peserta didik kuasai sebelum peserta didik tersebut mempelajari materi yang terkandung dalam Capaian Pembelajaran Fase C. Dengan demikian, peserta didik dapat terus naik kelas.

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa satuan pendidikan tidak perlu menentukan kriteria dan sistem kenaikan kelas. Kenaikan kelas dilaksanakan secara otomatis (automatic promotion). Pembelajaran dilaksanakan menggunakan prinsip mastery learning yang sangat sesuai dengan pembelajaran berdiferensiasi atau pembelajaran sesuai tahap capaian (teaching at the right level).

Setiap peserta didik mempelajari tujuan pembelajaran yang sama dalam setiap pertemuan. Namun bagi peserta didik yang tidak dapat mencapai kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran perlu ditindaklanjuti dengan memberikan perlakukan khusus agar dapat mencapainya.

Dengan kata lain, tindakan untuk peserta didik yang berisiko tidak seharusnya menunggu hingga tahun ajaran, tetapi perlu segera diberikan.

Apabila terdapat tujuan pembelajaran pada mata pelajaran tertentu yang tidak tercapai sampai saatnya kenaikan kelas. Maka pada rapor peserta didik tersebut berupa nilai aktual yang tercapai dan terdeskripsikan. Bahwa peserta didik tersebut masih memiliki tujuan pembelajaran yang perlu tindak lanjut di kelas berikutnya.

Dalam proses penentuan peserta didik tidak naik kelas, perlu melalui musyawarah dan pertimbangan yang matang. Akhirnya opsi tidak naik kelas menjadi pilihan paling akhir apabila seluruh pertimbangan dan perlakuan telah terlaksana.

B. Dampak Negatif Tinggal kelas Berdasarkan Penelitian

Banyak penelitian menunjukkan bahwa tinggal kelas tidak memberikan manfaat signifikan untuk peserta didik, bahkan cenderung memberikan dampak buruk terhadap persepsi diri peserta didik. (Jacobs & Mantiri, 2022; OECD, 2020; Powell, 2010).

Di berbagai negara, kebijakan tinggal kelas secara empiris tidak meningkatkan prestasi akademik peserta didik, terutama yang mengalami kesulitan belajar.

Dalam survei PISA 2018, skor capaian kognitif peserta didik yang pernah tinggal kelas secara statistik lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak pernah tinggal kelas (OECD, 2021).

Hal ini menunjukkan bahwa mengulang pelajaran yang sama selama satu tahun tidak membuat peserta didik memiliki kemampuan akademik yang setara dengan teman-temannya, melainkan tetap lebih rendah.

Hal ini memungkinkan karena ada kebutuhan peserta didik tersebut adalah

  • pendekatan atau strategi belajar yang berbeda,
  • bantuan belajar yang lebih intensif,
  • waktu yang sedikit lebih panjang, namun bukan mengulang seluruh pelajaran selama setahun.

Dalam hal terjadi kasus luar biasa, jika terdapat banyak mata pelajaran yang tidak tercapai oleh peserta didik dan/atau terkait isu sikap dan karakter peserta didik. maka satuan pendidikan dapat menetapkan mekanisme untuk menetapkan peserta didik tidak naik kelas.

Namun demikian, keputusan ini sebaiknya perlu pertimbangan dengan sangat hati-hati mengingat dampaknya terhadap kondisi psikologis peserta didik.

Selain itu, tinggal kelas juga memberatkan secara ekonomi. Hasil tes PISA 2018 menunjukkan bahwa di berbagai negara, mayoritas siswa yang pernah tidak naik kelas adalah siswa dari keluarga kelas menengah ke bawah (OECD, 2020).

Ketika mereka tinggal kelas, biaya untuk mengulang satu tahun belajar memberatkan keluarga sehingga mereka semakin rentan putus sekolah.

Dengan demikian, kebijakan tidak naik kelas adalah kebijakan yang tidak efisien. Peserta didik harus mengulang semua mata pelajaran untuk jangka waktu satu tahun penuh. Padahal mungkin bukan itu yang menjadi kebutuhan belajar mereka.

C. Contoh Faktor Penyebab Tinggal Kelas dan Pertimbangannya

Berikut ini adalah contoh-contoh isu yang biasanya menjadi faktor pendorong keputusan tidak naik kelas. Serta alternatif solusi yang lebih sesuai dengan perkembangan dan kesejahteraan (well-being) peserta didik.

Contoh isuPertimbangan Yang bisa diambil sekolah
Penyebab Tinggal Kelas Pertama. Peserta didik mempunyai tujuan pembelajaran yang belum tuntas (ada tujuan-tujuan pembelajaran yang hasilnya belum memenuhi pencapaian minimum).Dapat pertimbangan naik di kelas berikutnya dengan
pendampingan tambahan untuk menyelesaikan tujuan
pembelajaran yang belum tercapai/tuntas.
Penyebab dampak tinggal kelas kedua. Peserta Didik mempunyai masalah absen/ ketidakhadiran yang banyak (Banyaknya jumlah ketidakhadiran disepakati oleh Satuan Pendidikan)

Dapat pertimbangan dengan mengetahui alasan ketidakhadiran. Jika peserta didik tidak hadir karena kondisi keluarga (siswa yang membantu orang tua bekerja karena alasan ekonomi) atau masalah kesehatan peserta didik, maka dapat pertimbangann naik dengan catatan khusus.

Jika alasan ketidakhadiran karena “malas”, meskipun kecil kemungkinan untuk naik kelas; peserta didik tetap dapat dipertimbangkan naik dengan catatan di rapor bagian sikap yang perlu ditindaklanjuti di kelas berikutnya. Misalnya permasalahan ketidakhadiran harus terselesaikan dalam
jangka waktu satu tahun dengan cara konseling atau behavior treatment lain.

Khusus permasalahan ketidakhadiran, wali kelas harus dapat mendeteksi permasalahan ini sedini mungkin, sehingga tidak terjadi penumpukan jumlah ketidakhadiran dari peserta didik di akhir semester.
Penyebab Tinggal Kelas ketiga. Keterlambatan psikologis, perkembangan, dan/atau kognitifBisa pertimbangan untuk naik kelas dengan catatan peserta didik perlu mendapat bimbingan dalam memahami pelajaran dan/ atau mendapatkan layanan konseling

Pembelajaran Kurikulum Merdeka